Selasa, 02 Juli 2013

Indonesia dan Hak Asasi Manusia


      A.    Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui masalah HAM (Hak Asasi Manusia) serta perlindungan atas dirinya merupakan bagian terpenting dalam demokrasi. Hak asasi manusia sendiri dianggap sebagai hak yang dimiliki setiap manusia atau inheren padanya, karena dia adalah manusia.[1] Hak ini sangat mendasar atau asasi (fundamental) sifatnya, yang mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita, serta martabatnya. Hak ini juga dianggap universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau gender.[2] Namun apabila kita membahas tentang HAM, sangatlah luas untuk diperdebatkan. Karena praktek HAM di Indonesia sendiri apakah sudah berjalan dengan baik ?
Untuk membahas lebih dalam mengenai “HAM  dan Kewarganegaraan di Indonesia” kita harus tahu terlebih dahulu siapa pemikir dari terbentuknya konsep HAM tersebut. Cikal bakal konsep hak asasi manusia sendiri berasal dari pemikiran para filsuf dari dunia barat, antara lain John Locke (1632-1704). John Locke adalah filsuf yang merumuskan hak alam (natural rights) yang dimiliki manusia secara alamiah. Konsep hak asasi manusia sendiri bangkit lagi setelah perang Dunia II dengan adanya Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia ( Universal Declaration of Human Rights, 1948) oleh negara yang tergabung dalam PBB.
Dalam diskusi para anggota PBB dalam Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia dihasilkan dua perjanjian Internasional yaitu Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (1966). Setelah itu terjadi deklarasi Wina pada tahun 1993. Deklrasi WINA menghasilkan persetujua dari negara-negara Barat dan non Barat, bahwa hak asasi bersifat universal, walaupun dalam implementasinya berbeda-beda disetiap negara. karena hak asasi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan ciri khas negara tersebut.
Konsep hak asasi manusia mulai semakin maju pada tahun 2002 dimana didirikan Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court atau ICC).  Tugas dari ICC sendiri adalah mengadili kasus pelanggaran terhadap kemanusian, genosida, dan kejahatan perang. Ini adalah sejarah dari konsep Hak Asasi Manusia itu sendiri. Dengan sedikit urain ini setidaknya bisa menambah pengetahuan dari tonggak sejarah Hak Asasi Manusi itu lahir. Setelah itu saya akan mejelaskan hubungan antara HAM dan Kewarganegaraan.
      B.     Hubungan HAM dan Kewarganegaraan
Saat kita membahas mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa terlepas dengan yang namanya Kewarganegaraan. Kenapa kedua hal ini sangat berkaitan ? Karena yang namanya HAM sendiri melekat pada diri manusia. Seorang manusia dilahirkan didunia mereka sudah memiliki hak asasi. Mereka mempunyai hak hidup, hak mendapatkan keamanan, hak untuk berkembang. Dimana hak  itu akan terpenuhi apabila mereka sebagai warga negara yang syah. Berarti bisa dikatakan pelaku HAM itu sendiri adalah warga negara.
Dalam konsep kewarganegaraan dimana seorang warga negara yang syah akan mendapatkan perlindungan hukum atas dirinya, yang terdapat pada UUD 1945. Sehingga kaitannya Hak Asasi Manusia dengan Kewarganegaraan adalah HAM yang melekat pada warga negara pasti akan mendapat perlindungan berbadan hukum oleh negaranya. Dan warga negara itu pasti kan dijamin atas hak-hak yang dimilikinya. Namun yang terpenting dalam praktek HAM jangan sampai menganggu keamanan dan kenyamanan orang lain.
      C.   Praktek HAM dan Kewarganegaraan di Indonesia
Praktek HAM di Indonesia sendiri jauh dari kata sempurna. Pada massa kepemimpinan Soekarno dan Soeharto sempat mengalami pasang surut. Karena pada era itu jauh dari semangat reformasi yang ingin memajukan hak asasi. Pada kenyataanya masih banyak pelanggarn hak secara vertikal maupun horizontal.
1.      Masa Demokrasi Terpimpin
pada masa Demokrasi Terpimpin yang namanya hak asasi juga mendapatkan tanggapan dari semua kalangan, baik para pendiri negara maupun masyarakat. Tidak jauh seperti pada negara barat khusunya benua Eropa. Namun yang menjadi catatan penting, bahwa pada saat dirumuskannya UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusi belum ada. Sehingga UUD 1945 tidak dapat dijadikan rujukan.
Selain itu pada saat rancangan UUD dibahas, ada perbedaan pendapat dalam memaknai peran hak asasi dalam negara demokratis. Banyak kalangan berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen (1789) berdasarkan individualisme dan liberalism, dan karena itu bertentangan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong.[3]
Walaupun perumusanya sangat pendek dalam UUD 1945, namun kita boleh bangga. Karena perumusan hak yang ada dalam UUD ada yang tidak terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Contohnya hak kolektif, seperti hak bangsa menentukan nasib sendiri. Selain itu ada juga hak ekonomi, seperti hak atas penghidupan yang layak, , hak sosial budaya seperti pengajaran.
Namun pada dasarnya hak asasi di masa Demokrasi Terpimpin kurang diperhatikan. Karena kehidupan masyarakat sipil dinilai sudah demokratis, bahkan melampaui dari kata demokratis itu sendiri. Masa ini berakhir pada saat pengeluaran dekrit presiden (1955) oleh Presiden Soekarno untuk kembali lagi mengacu UUD 1945. Mulailaih babak baru, yaitu Demokrasi Terpimpin.
2.      Masa Demokrasi Terpimpin
Kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi negara, kemabalinya juga hak asasi oleh keterbatasan jumlah. Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno hak asiasi mulai dibatasi, seperti hak berpendapat. Selain itu partai-partai dibubarkan, beberapa surat kabar dibreidel. Selain itu pemenuhan hak ekonomi diabaikan, tidak ada kejelasan mengenai hak asasi ekonomi.
Biro yang merancang perencanaan lima tahun pembangunan (1956-1961) hanya dilaksanakan satu tahun, dan dibubarkan. Rencana itu diganti dengan delapan tahun pembangunan, namun sama sekali tidak dilaksanakan. Pada saat itu perekonomian Indonesia sangat buruk dan tidak bisa dikembalikan seperti semula oleh Presiden Soekarno. Dan pada akhirnya Demokrasi Terpimpin bubar dan diganti oleh Demokrasi Pancasila (Orde Baru).
3.      Masa Demokrasi Pancasila
Pada masa Demokrasi Pancasila atau bisa dikatakan pada masa Orde Baru harapa masyarakat atas hak asasi sangat tinggi  antusiasnya. Banyaknya kaum cendikiawan dalam menyelenggarakan seminar dan diskusi merupakan usaha dalam memperjuangkan masalah hak asasi. Namun demokrasi itu tidak berlangsung lama. Karena para golongan militer mangambil alih kepemimpinan.
Akibat dari hal ini kebebasan mengutarakan pendapat banyak diabaikan dan dilanggar. Selain itu terdapat pengekangan terhadap pers . banyak kasus kekerasan terjadi, dan hal itu tidak sesuai dengan hak asasi manusia.  Dan pada akhirnya Soeharto dijatuhkan dari kursi kepemimpinannya oleh para mahasiswa pada tanggal 21 Mei 1998.
Namun walaupun begitu pemenuhan HAM dalam bidang ekonomi dan pendidikan bisa dikatan mengalami kemajuan pesat. Para kelompok miskin dipenuhi kehidupannya atas subsisdi beras. Selain itu dijaminannya hak dalam pendidikan, dengan adanya wajib belajar 6 tahun.
Selain itu akibat dari majunya pendidikan telah mengahsilakan para cendikiawan dalam kalangan elit. Dimana mereka sadar akan pembatasan hak politik. Dan akhirnya tuntutan-tuntutan mulai diluncurkan, mereka menuntut reformasi adanya perubahan yang lebih baik. Karena mereka sadar bahwa mereka tidak hanya butuh hak ekonomi dan pendidikan, melainkan juga butuh hak politik.
4.      Masa Reformasi
Sebelumnya kita sudah melihat sendiri, bagaimana HAM dan Kewarganegaraan pada masa Orde Baru. Dimana yang namanya hak untul berpendapat sanat dibatasi sekali. Bahkan banyaknya media massa yang dibreidel tidak boleh mengeluarkan pemberitaan mengenai pemerintah. Selain itu pemenuhan hak politik pada prakteknya sangat lemah.
Sedangkan pada awal Reformasi mancangkan Rencana Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM), namun pada implementasinya semua itu belum terlaksana dengan baik. Dalam masa Reformasi pula Indonesia meratifikasi dua Konvensi Hak Asasi Manusia yang penting yaitu Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukum lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau merendahkan, dan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.[4]
Namun walaupun Indonesia sudah melakukan konvensi mengenai HAM dan ikut serta dalam perjanjian-perjanjian Internasional, tapi dalam prakteknya tetap masih ada permasalahan mengenai HAM. Seperti konflik antar daerah, kekerasan pada perempuan, tentang agama.
4.1  Kasus hak asasi anak
Anak adalah anugrah yang terindah bagi orang tua yang mengidam-idamkan seorang keturunan bagi generasinya. Namun sering kali anak tidak mendapatkan kasih sayang dan perlakuan baik dari orang tuanya. Banyak anak yang disengsarakan oleh orang tuanya sendiri. Kasus ini harus menjadi perhatian yang serius oleh semua kalangan, baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri. Karena kasus anak bersangkutan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Apabila kita melihat fenomena di negara kita mengenai pelanggaran hak asasi anak, banyak sekali permasalahan yang terjadi. Mulai dari dipekerjakannya anak dibawah umur. Banyaknya para pengemis terutama anak-anak dibawah umur sangatlah menyedihkan bagi bangsa ini. Dimana anak-anak dibawah umur, seharusnya mereka dapat bermain dengan teman-temannya dan menikmati masa kecilnya sebagai seorang anak. Selain itu, seharusnya mereka memperoleh pendidikan dibangku sekolah.
Namun pada kenyataanya semua itu tidak seperti yang dibayangkan. Mereka harus menjadi pengemis di perempatan jalan, dan masa kecilnya harus direnggut oleh pekerjaan itu. Hal itu tidak sesuai dengan yang namanya HAM. Faktor yang mlatarbelakangi anak-anak menjadi pengemis sangat banyak. Dimana seorang anak dipaksa orang tua untuk mengemis agar dikasihhani dan diberi uang. Hal itu merupakan kurang tanggung jawabnya orang tua terhadap pemenuhan kebutuhan anak. Selain masalah dijadikannya anak sebagai pengemis, banyak lagi masalah pelanggaran HAM anak yang perlu kita ulas.
Seperti yang sering kita lihat pada media massa kekerasan pada anak, hal ini merupak praktek dari pelanggaran HAM. Dimana seorang anak mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya. Kita sering melihat dimana anak sering dihajar orang tuanya, sampai-sampai anak itu kabur dari rumah. Terkadang trauma yang mendalam akibat kekerasan sangat berpengaruh terhadap mental seorang anak itu sendiri. Dari trauma yang mendalam mengakibatkan anak menjadi depresi. Hal ini yang sangat merusak dari mental anak itu sendiri.
Masalah lain yang baru-baru ini hangat dibicarakan adalah kekerasan guru terhadap muridnya. Banyaknya guru melakukan tindakan kekerasan kepada muridnya, merupakan pencitraan yang buruk sebagai seorang pendidik. Dimana seharusnya memberikan contoh suri tauladan yang baik, tapi ini malah melakukan tindakan kekerasan.
Setiap dimintai keterangan, banyak guru yang berdalil bahwa perbuatan yang dia lakukan dikarenakan murid tersebut bandel dan tidak mau diingatkan. Namun pada dasarnya dalam mendidik anak kita harus sabar dan menggunakan  kehalusan, bukan sikap keras agar dia takut. 
Dalam urain kasus diatas mengenai pelanggaran HAM terhadap anak. Pemerintah sendiri sudah memperhatikan kausus-kasus tersebut. pemerintah seniri mendirikan lembaga perlindungan anak, lembaga itu sendiri bernama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI sendiri bertugas melindungi anak dari tindakan kekerasan, pelanggaran atas hak anak dan sebagai lembaga yang mengurusi permasalahan tentang anak di Indonesia.
KPAI sendiri dalam menjalankan tugasnya sudah cukup baik. Namun kesadaran masyarakat mengenai HAM masih lemah. Hal itu yang menyebabkan banyak pelanggaran HAM terhadap anak. Terkadang seorang mengartian HAM sendiri adalah kebebabsan dala melakukan semua perbuatan. Terlebih lagi orabg tua merasa punya hak untuk melakukan tindakan yang keras bagi anaknya yang bandel. Sehingga terjadi tindakan kekerasan terhadap anak.
Pemerintah sendiri seharusnya memiliki langkah-langkah yang jitu dalam melakukan praktek HAM di Indonesia sehingga dapat berjalan sesuai dengan ketentuannya.  Praktek HAM sendiri di Indonesia sangatlah lemah. Kurang tegasnya penegak hukum mengakibatkan orang berani melanggar hak asasi orang lain. Oleh karena itu perlu ditingkatkan ketegasan dan kejelasan hukuman bagi pelaku pelanggar HAM. Sehingga orang menjadi jera, apabila dia melakukan perbuatan-perbuatan yang mengaggu Hak Asasi Manusia.
D.  Peluang, masalah dan strategi kedepan agar hak terpenuhi.
 Dewasa ini masyarakat tidak asing lagi dalam perdebatan mengenai HAM. Namun praktek HAM di Indonesia sendiri jauh dari kata sempurna atau terlaksana dengan baik. Hal itu dikarenakan pandangan masyarakat mengenai HAM sendiri belu benar. HAM sendiri dimaknai sebagai kebebasan seseorang dalam melakukan praktek hak-hak yang dimilikinya dan terkadang kurang memperhatikan hak orang lain juga. Hal ini yang menjadi permasalahan dalam penerapan HAM di Indonesia.
Namun kita tidak perlu psimis dalam melakukan perubahan praktek HAM menuju yang lebih baik. Karena tidak ada yang tidak mungkin, apabila kita semua segenap warga negara mau melakukan perubahan. Peluang kedepan juga akan memungkinkan praktek akan menuju lebih baik, karena kemajuan teknologi pengetahuan, membuat manusia juka semakin pandai dalam memekanai kehidupan. Sehingga dalam memaknai HAM juga akan lebih baik dari pada sebelumnya. Dari hal itu perubahan pasti akan terjadi dengan jalannya waktu dan perkembangan zaman.
Strategi kedepannya dalam mewujudkan hak-hak warga negara kita bisa lakukan dengan memaknai kata HAM secara benar. Seharusnya dalam praktek HAM sendiri harus dilandasi dengan pemahaman, bahwa HAM harus memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan kepentingan orang lain. Sehingga terjadi saling menghargai atas hak orang lain. Hal ini akan mengurangi praktek pelanggaran HAM yang ada di Indonesia. Dan pemenuhan HAM sendiri akan berlangsung membaik daripada sebelumnya.
E.  Kesimpulan
Dari sedikit ulasan diatas kita dapat menarik kesimpulan, bahwa praktek HAM dan Kewarganegaraan di Indonesia belum bisa berjalan dengan baik. Pemaknaan HAM yang belum sesuai dengan konsepsi HAM, membuat pelaksanaanya belum bisa sempurna. Selain itu sering terjadi konflik akibat keenekaragaman budaya. Sebenarnya sebagai warga negara yang memahami tentang hak asasi, keanakearagamaan yang ada di Indonesia tidak harus dijadikan alasan dalam pelaksanaan HAM. Perbedaan itu harus bisa disikapi dengan rasa toleransi yang dijunjung tinggi oleh warga negara maupun pemerintah. Sehingga pelaksanaan HAM dapat terwujud seperti cita-cita HAM sendiri, yaitu menghargai Hak Asasi Manusia dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan kepentingan orang lain.

Daftar Pustaka

Budiardjo, M. (2007). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rozak, A. (2010). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.



[1] Budiardjo, P. M. (2007). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.211

[2] Ibid, hal. 212
[3] Ibid, hal. 248
[4] Ibid, hal. 255

Tidak ada komentar:

Posting Komentar