A. Pendahuluan
Seperti
yang kita ketahui masalah HAM (Hak Asasi Manusia) serta perlindungan atas
dirinya merupakan bagian terpenting dalam demokrasi. Hak asasi manusia sendiri dianggap sebagai hak yang dimiliki setiap
manusia atau inheren padanya, karena dia adalah manusia. Hak ini sangat mendasar atau asasi
(fundamental) sifatnya, yang mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang
sesuai dengan bakat, cita-cita, serta martabatnya. Hak ini juga dianggap
universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa,
ras, agama, atau gender. Namun
apabila kita membahas tentang HAM, sangatlah luas untuk diperdebatkan. Karena
praktek HAM di Indonesia sendiri apakah sudah berjalan dengan baik ?
Untuk
membahas lebih dalam mengenai “HAM dan
Kewarganegaraan di Indonesia” kita harus tahu terlebih dahulu siapa pemikir
dari terbentuknya konsep HAM tersebut. Cikal bakal konsep hak asasi manusia sendiri
berasal dari pemikiran para filsuf dari dunia barat, antara lain John Locke
(1632-1704). John Locke adalah filsuf yang merumuskan hak alam (natural rights)
yang dimiliki manusia secara alamiah. Konsep hak asasi manusia sendiri bangkit
lagi setelah perang Dunia II dengan adanya Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia
( Universal Declaration of Human Rights, 1948) oleh negara yang tergabung dalam
PBB.
Dalam
diskusi para anggota PBB dalam Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia dihasilkan
dua perjanjian Internasional yaitu Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (1966). Setelah itu
terjadi deklarasi Wina pada tahun 1993. Deklrasi WINA menghasilkan persetujua
dari negara-negara Barat dan non Barat, bahwa hak asasi bersifat universal,
walaupun dalam implementasinya berbeda-beda disetiap negara. karena hak asasi
tersebut disesuaikan dengan kondisi dan ciri khas negara tersebut.
Konsep
hak asasi manusia mulai semakin maju pada tahun 2002 dimana didirikan Mahkamah
Pidana Internasional (Internasional Criminal Court atau ICC). Tugas dari ICC sendiri adalah mengadili kasus
pelanggaran terhadap kemanusian, genosida, dan kejahatan perang. Ini adalah
sejarah dari konsep Hak Asasi Manusia itu sendiri. Dengan sedikit urain ini
setidaknya bisa menambah pengetahuan dari tonggak sejarah Hak Asasi Manusi itu
lahir. Setelah itu saya akan mejelaskan hubungan antara HAM dan
Kewarganegaraan.
B. Hubungan HAM dan Kewarganegaraan
Saat
kita membahas mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa terlepas dengan yang
namanya Kewarganegaraan. Kenapa kedua hal ini sangat berkaitan ? Karena yang
namanya HAM sendiri melekat pada diri manusia. Seorang manusia dilahirkan didunia
mereka sudah memiliki hak asasi. Mereka mempunyai hak hidup, hak mendapatkan
keamanan, hak untuk berkembang. Dimana hak
itu akan terpenuhi apabila mereka sebagai warga negara yang syah.
Berarti bisa dikatakan pelaku HAM itu sendiri adalah warga negara.
Dalam
konsep kewarganegaraan dimana seorang warga negara yang syah akan mendapatkan
perlindungan hukum atas dirinya, yang terdapat pada UUD 1945. Sehingga
kaitannya Hak Asasi Manusia dengan Kewarganegaraan adalah HAM yang melekat pada
warga negara pasti akan mendapat perlindungan berbadan hukum oleh negaranya.
Dan warga negara itu pasti kan dijamin atas hak-hak yang dimilikinya. Namun
yang terpenting dalam praktek HAM jangan sampai menganggu keamanan dan
kenyamanan orang lain.
C. Praktek HAM dan Kewarganegaraan di
Indonesia
Praktek
HAM di Indonesia sendiri jauh dari kata sempurna. Pada massa kepemimpinan
Soekarno dan Soeharto sempat mengalami pasang surut. Karena pada era itu jauh
dari semangat reformasi yang ingin memajukan hak asasi. Pada kenyataanya masih
banyak pelanggarn hak secara vertikal maupun horizontal.
1.
Masa
Demokrasi Terpimpin
pada masa Demokrasi
Terpimpin yang namanya hak asasi juga mendapatkan tanggapan dari semua
kalangan, baik para pendiri negara maupun masyarakat. Tidak jauh seperti pada negara
barat khusunya benua Eropa. Namun yang menjadi catatan penting, bahwa pada saat
dirumuskannya UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusi belum ada.
Sehingga UUD 1945 tidak dapat dijadikan rujukan.
Selain itu pada saat
rancangan UUD dibahas, ada perbedaan pendapat dalam memaknai peran hak asasi
dalam negara demokratis. Banyak kalangan
berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen (1789)
berdasarkan individualisme dan liberalism, dan karena itu bertentangan dengan
asas kekeluargaan dan gotong royong.
Walaupun perumusanya
sangat pendek dalam UUD 1945, namun kita boleh bangga. Karena perumusan hak
yang ada dalam UUD ada yang tidak terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Contohnya hak kolektif, seperti hak bangsa menentukan nasib sendiri.
Selain itu ada juga hak ekonomi, seperti hak atas penghidupan yang layak, , hak
sosial budaya seperti pengajaran.
Namun pada dasarnya hak
asasi di masa Demokrasi Terpimpin kurang diperhatikan. Karena kehidupan
masyarakat sipil dinilai sudah demokratis, bahkan melampaui dari kata
demokratis itu sendiri. Masa ini berakhir pada saat pengeluaran dekrit presiden
(1955) oleh Presiden Soekarno untuk kembali lagi mengacu UUD 1945. Mulailaih
babak baru, yaitu Demokrasi Terpimpin.
2.
Masa
Demokrasi Terpimpin
Kembalinya UUD 1945
sebagai konstitusi negara, kemabalinya juga hak asasi oleh keterbatasan jumlah.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno hak asiasi mulai dibatasi, seperti hak
berpendapat. Selain itu partai-partai dibubarkan, beberapa surat kabar
dibreidel. Selain itu pemenuhan hak ekonomi diabaikan, tidak ada kejelasan
mengenai hak asasi ekonomi.
Biro yang merancang
perencanaan lima tahun pembangunan (1956-1961) hanya dilaksanakan satu tahun,
dan dibubarkan. Rencana itu diganti dengan delapan tahun pembangunan, namun
sama sekali tidak dilaksanakan. Pada saat itu perekonomian Indonesia sangat buruk
dan tidak bisa dikembalikan seperti semula oleh Presiden Soekarno. Dan pada
akhirnya Demokrasi Terpimpin bubar dan diganti oleh Demokrasi Pancasila (Orde
Baru).
3.
Masa
Demokrasi Pancasila
Pada masa Demokrasi
Pancasila atau bisa dikatakan pada masa Orde Baru harapa masyarakat atas hak
asasi sangat tinggi antusiasnya.
Banyaknya kaum cendikiawan dalam menyelenggarakan seminar dan diskusi merupakan
usaha dalam memperjuangkan masalah hak asasi. Namun demokrasi itu tidak
berlangsung lama. Karena para golongan militer mangambil alih kepemimpinan.
Akibat dari hal ini
kebebasan mengutarakan pendapat banyak diabaikan dan dilanggar. Selain itu
terdapat pengekangan terhadap pers . banyak kasus kekerasan terjadi, dan hal
itu tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Dan pada akhirnya Soeharto dijatuhkan dari
kursi kepemimpinannya oleh para mahasiswa pada tanggal 21 Mei 1998.
Namun walaupun begitu
pemenuhan HAM dalam bidang ekonomi dan pendidikan bisa dikatan mengalami
kemajuan pesat. Para kelompok miskin dipenuhi kehidupannya atas subsisdi beras.
Selain itu dijaminannya hak dalam pendidikan, dengan adanya wajib belajar 6
tahun.
Selain itu akibat dari
majunya pendidikan telah mengahsilakan para cendikiawan dalam kalangan elit.
Dimana mereka sadar akan pembatasan hak politik. Dan akhirnya tuntutan-tuntutan
mulai diluncurkan, mereka menuntut reformasi adanya perubahan yang lebih baik.
Karena mereka sadar bahwa mereka tidak hanya butuh hak ekonomi dan pendidikan,
melainkan juga butuh hak politik.
4.
Masa
Reformasi
Sebelumnya kita sudah
melihat sendiri, bagaimana HAM dan Kewarganegaraan pada masa Orde Baru. Dimana
yang namanya hak untul berpendapat sanat dibatasi sekali. Bahkan banyaknya
media massa yang dibreidel tidak boleh mengeluarkan pemberitaan mengenai
pemerintah. Selain itu pemenuhan hak politik pada prakteknya sangat lemah.
Sedangkan pada awal
Reformasi mancangkan Rencana Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM), namun pada
implementasinya semua itu belum terlaksana dengan baik. Dalam masa Reformasi pula Indonesia meratifikasi dua Konvensi Hak Asasi
Manusia yang penting yaitu Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Hukum lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau merendahkan, dan Konvensi
Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Namun walaupun
Indonesia sudah melakukan konvensi mengenai HAM dan ikut serta dalam
perjanjian-perjanjian Internasional, tapi dalam prakteknya tetap masih ada
permasalahan mengenai HAM. Seperti konflik antar daerah, kekerasan pada
perempuan, tentang agama.
4.1 Kasus hak asasi anak
Anak adalah anugrah
yang terindah bagi orang tua yang mengidam-idamkan seorang keturunan bagi
generasinya. Namun sering kali anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
perlakuan baik dari orang tuanya. Banyak anak yang disengsarakan oleh orang
tuanya sendiri. Kasus ini harus menjadi perhatian yang serius oleh semua
kalangan, baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri. Karena kasus anak
bersangkutan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Apabila kita melihat
fenomena di negara kita mengenai pelanggaran hak asasi anak, banyak sekali
permasalahan yang terjadi. Mulai dari dipekerjakannya anak dibawah umur.
Banyaknya para pengemis terutama anak-anak dibawah umur sangatlah menyedihkan
bagi bangsa ini. Dimana anak-anak dibawah umur, seharusnya mereka dapat bermain
dengan teman-temannya dan menikmati masa kecilnya sebagai seorang anak. Selain itu,
seharusnya mereka memperoleh pendidikan dibangku sekolah.
Namun pada kenyataanya
semua itu tidak seperti yang dibayangkan. Mereka harus menjadi pengemis di
perempatan jalan, dan masa kecilnya harus direnggut oleh pekerjaan itu. Hal itu
tidak sesuai dengan yang namanya HAM. Faktor yang mlatarbelakangi anak-anak
menjadi pengemis sangat banyak. Dimana seorang anak dipaksa orang tua untuk
mengemis agar dikasihhani dan diberi uang. Hal itu merupakan kurang tanggung
jawabnya orang tua terhadap pemenuhan kebutuhan anak. Selain masalah
dijadikannya anak sebagai pengemis, banyak lagi masalah pelanggaran HAM anak
yang perlu kita ulas.
Seperti yang sering
kita lihat pada media massa kekerasan pada anak, hal ini merupak praktek dari
pelanggaran HAM. Dimana seorang anak mendapatkan perlakuan kasar dari orang
tuanya. Kita sering melihat dimana anak sering dihajar orang tuanya, sampai-sampai
anak itu kabur dari rumah. Terkadang trauma yang mendalam akibat kekerasan
sangat berpengaruh terhadap mental seorang anak itu sendiri. Dari trauma yang
mendalam mengakibatkan anak menjadi depresi. Hal ini yang sangat merusak dari
mental anak itu sendiri.
Masalah lain yang
baru-baru ini hangat dibicarakan adalah kekerasan guru terhadap muridnya.
Banyaknya guru melakukan tindakan kekerasan kepada muridnya, merupakan
pencitraan yang buruk sebagai seorang pendidik. Dimana seharusnya memberikan contoh
suri tauladan yang baik, tapi ini malah melakukan tindakan kekerasan.
Setiap dimintai
keterangan, banyak guru yang berdalil bahwa perbuatan yang dia lakukan
dikarenakan murid tersebut bandel dan tidak mau diingatkan. Namun pada dasarnya
dalam mendidik anak kita harus sabar dan menggunakan kehalusan, bukan sikap keras agar dia
takut.
Dalam urain kasus
diatas mengenai pelanggaran HAM terhadap anak. Pemerintah sendiri sudah
memperhatikan kausus-kasus tersebut. pemerintah seniri mendirikan lembaga perlindungan
anak, lembaga itu sendiri bernama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI sendiri bertugas melindungi anak dari tindakan kekerasan, pelanggaran atas
hak anak dan sebagai lembaga yang mengurusi permasalahan tentang anak di
Indonesia.
KPAI sendiri dalam
menjalankan tugasnya sudah cukup baik. Namun kesadaran masyarakat mengenai HAM
masih lemah. Hal itu yang menyebabkan banyak pelanggaran HAM terhadap anak.
Terkadang seorang mengartian HAM sendiri adalah kebebabsan dala melakukan semua
perbuatan. Terlebih lagi orabg tua merasa punya hak untuk melakukan tindakan
yang keras bagi anaknya yang bandel. Sehingga terjadi tindakan kekerasan
terhadap anak.
Pemerintah sendiri
seharusnya memiliki langkah-langkah yang jitu dalam melakukan praktek HAM di Indonesia
sehingga dapat berjalan sesuai dengan ketentuannya. Praktek HAM sendiri di Indonesia sangatlah
lemah. Kurang tegasnya penegak hukum mengakibatkan orang berani melanggar hak
asasi orang lain. Oleh karena itu perlu ditingkatkan ketegasan dan kejelasan
hukuman bagi pelaku pelanggar HAM. Sehingga orang menjadi jera, apabila dia
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengaggu Hak Asasi Manusia.
D. Peluang, masalah dan strategi kedepan agar hak
terpenuhi.
Dewasa ini masyarakat
tidak asing lagi dalam perdebatan mengenai HAM. Namun praktek HAM di Indonesia
sendiri jauh dari kata sempurna atau terlaksana dengan baik. Hal itu
dikarenakan pandangan masyarakat mengenai HAM sendiri belu benar. HAM sendiri
dimaknai sebagai kebebasan seseorang dalam melakukan praktek hak-hak yang
dimilikinya dan terkadang kurang memperhatikan hak orang lain juga. Hal ini
yang menjadi permasalahan dalam penerapan HAM di Indonesia.
Namun
kita tidak perlu psimis dalam melakukan perubahan praktek HAM menuju yang lebih
baik. Karena tidak ada yang tidak mungkin, apabila kita semua segenap warga
negara mau melakukan perubahan. Peluang kedepan juga akan memungkinkan praktek
akan menuju lebih baik, karena kemajuan teknologi pengetahuan, membuat manusia
juka semakin pandai dalam memekanai kehidupan. Sehingga dalam memaknai HAM juga
akan lebih baik dari pada sebelumnya. Dari hal itu perubahan pasti akan terjadi
dengan jalannya waktu dan perkembangan zaman.
Strategi
kedepannya dalam mewujudkan hak-hak warga negara kita bisa lakukan dengan memaknai
kata HAM secara benar. Seharusnya dalam praktek HAM sendiri harus dilandasi
dengan pemahaman, bahwa HAM harus memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan
kepentingan orang lain. Sehingga terjadi saling menghargai atas hak orang lain.
Hal ini akan mengurangi praktek pelanggaran HAM yang ada di Indonesia. Dan
pemenuhan HAM sendiri akan berlangsung membaik daripada sebelumnya.
E. Kesimpulan
Dari
sedikit ulasan diatas kita dapat menarik kesimpulan, bahwa praktek HAM dan
Kewarganegaraan di Indonesia belum bisa berjalan dengan baik. Pemaknaan HAM
yang belum sesuai dengan konsepsi HAM, membuat pelaksanaanya belum bisa
sempurna. Selain itu sering terjadi konflik akibat keenekaragaman budaya.
Sebenarnya sebagai warga negara yang memahami tentang hak asasi, keanakearagamaan
yang ada di Indonesia tidak harus dijadikan alasan dalam pelaksanaan HAM. Perbedaan
itu harus bisa disikapi dengan rasa toleransi yang dijunjung tinggi oleh warga
negara maupun pemerintah. Sehingga pelaksanaan HAM dapat terwujud seperti
cita-cita HAM sendiri, yaitu menghargai Hak Asasi Manusia dengan memperhatikan
keamanan, kenyamanan, dan kepentingan orang lain.
Daftar
Pustaka
Budiardjo, M. (2007). Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rozak, A. (2010). Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.