Jumat, 11 Juli 2014

Sepak Terjang Korean Wafe di Indonesia

Sumber Foto: 
http://fahmirantiw25.files.wordpress.com/2013/05/korean-wave.jpg?w=551&h=409

Sepak Terjang Korean Wafe di Indonesia

I.                   Latar Belakang
 Dalam makalah kali ini saya akan membahas mengenai bagaimana globalisasi budaya Korea dapat diterima oleh kalangan remaja Indonesia. Namun permasalahannya tidak hanya diterima, melainkan menjadi sebuah fanatisme yang besar terhadap produk-produk yang disungguhkan Korea. Dampaknya akan meningkatkan perekonomian negara Korea. Permasalahan ini perlu dikaji lebih mendalam. Karena perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Secara langsung akan bepengaruh terhadap pentransferan nilai-nilai budaya Korea ke Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwasannya budaya suatu negara menjadi hal yang sulit diterima ole negara lain. Namun hal ini malah bertolak belakang. Globalisasi budaya Korea masuk di Indonesia menjadi hal yang sangat di diidolakan. Apapun produk dari Korea menjadi sebuah sasaran utama oleh kaum remaja. Apa yang yang menjadikan hal ini bisa terjadi. Disini saya akan memberikan gambaram sedikit mengenai globalisasi budaya Korea.
Maraknya produk-produk budaya Korea di seluruh belahan dunia, sebenarnya berawal pada tahun 1994 ketika presiden Korea, Ki, Young-sam mendeklarasikan globalisasi sebagai visi nasional dan sasaran strartegi pembangunan. Kemudian recana ini dimanifestasikan oleh Menteri Budaya Korea waktu itu, Shin Nak-yu, dengan menetapkan abad 21 sebagai “century of culture”.
Berbagai upaya dan pembenahan dilakukan untuk mewujudkan globalisasi budaya Korea. Mulai dari preservasi dan modernsasi warisan budaya tradisional Korea agar lebih dapat diterima publik mancanegara, melatih tenaga profesional dalam bidang seni dan budaya, memperluas fasilitas kultural diwilayah lokal, membangun pusat budaya di luar negeri, sampai membangun jaringan computer dan internet di seluruh pelosok negeri untuk menunjang persebaran informasi budaya.[1]
Upaya integratif pemerintah Korea tersebut mulai mendatangkan hasil nyata dalam jangka waktu lima tahun. Dimana budaya Korea mulai terekspansi ke manca negara. Pada tahun 1999 adanya krisis ekonomi, sehingga drama Korea menjadi marak diimpor negara-negara Asia Tenggara. Hal ini terjadi karena pilihan yang benar-benar ekonomis, jika dibandingkan drama Jepang yang lebih mahal 4 kali lipat dan Hongkong yang bisa lebih mahal  10 kali lipat.
Seiring berjalannya waktu budaya Korea tidak hanya marak dikosumsi di wilayah Asia Tenggara, melainkan sampai ke Amerika Serikat, Amerika Latin, Timur Tengah, yang terbukti dengan adanya fans club disana. Dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir, budaya Korea berkembang begitu pesatnya hingga meluas dan diterima masyarakat dunia. Hingga menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat global, yang dinamakan sebagai “hallyu”.
Hallyu atau Korean wave” adalah nama yang diberikan atas tersebarnya budaya pop Korea secara gobal di seluruh negara, termasuk Indonesia. Atau secara garis besarnya mengacu pada globalisasinya budaya Korea. Kejadian ini diikuti dengan banyaknya perhatian terhadap produk Korea, seperti film, musik, gaya berpakaian.  Fenomena ini yang sekarang sedang melanda generasi muda di Indonesia yang umumnya menyukai drma dan musik Korea.
Di Indonesia sendiri, hallyu diawali dengan sering diputarnya drama Korea Selatan di acara televisi. Dimana terdapat salah satu stasiun televise Indonesia yang sukses menayangkan drama Endless Love, atau yang berjudul resmi Autumn in My Heart di Korea, pada tahun 2002. Dari kesuksesan penyiarin ini, akhirnya banyak stasiun-stasiun tv di Indonesia yang menayangkan drama Korea.
Selain itu anak-anak muda di Indonesia tidak hanya menyukai drama Korea. Melainkan suka juga dengan musik-musik korea atau yang lebih dikenal dengan sebutan K-Pop. Dimana musik ini mengusung “dance pop”, penyanyi tidak hanya membawakan lagusaja namun diikuti dengan tarian yang menajukban. Dengan adanya model seperti ini diharapkan penikmat musik akan lebih terkesan dengan adanya aksi-aksi dance yang menakjubkan.
Tidak bisa dipungkiri keberhasilan budaya korea ini tidak hanya pada faktor globalisasi, namun juga dipengaruhi oleh adanya media yang menjadi peranan besar. Dimana dengan media niali-nilai gerakan hallyu atau globalisasi budaya dapat di bawa hinga kebelahan dunia manapun, ibarat virus yang menyebar ke seluruh negara. Media yang pertma kali memperkenalkan dan mentransfer nilai-nilai budaya Korea adalah televise. Dimana televise saat itu menampilkan drama. Dari drama bertambah lagi pada kesukaan musik Korea. Hingga media yang berhasil melakukan gerkan hallyu tidak hanya telelvisi melainkan VCD dan DVD.
Namun yang mempunyai peranan paling besar dalam menyebarkan nilai-nilai hallyu adalah internet. Dimana internet dapat diakses oleh siapa saja dan didalamnya memuat detail mengenai informas-informasi yang berkaitan dengan budaya Korea. Dengan didukung era globalisasi ini saat menguntungkan bagi gerakan hallyu untuk menyuntikkan virus-virusnya diseluruh negara manapun. Dahsyatnya penyebaran hallyu ini dapat dilihat pada banyaknya orang-orang yang elihat video-video kore di YouTube, banyaknya followers di Twitter boy band dan girl band Korea. Sehingga dapat dilihat animo masyarakat sangat besar dalam hal ini.
Berdasarkan paparan diatas tulisan ini memilki fokus bagimana dampak adanya globalisasi budaya Korea terhadap pola kehidupan masyarakat. Kajian ini perlu dilakukan memebrikan gambaran kepada masyarakat, bahwa globalisasi buday korea menjadi cara ampuh dalam pembangunan negara dan peningkatan perekonomian negara.
II.                Rumusan Masalah
1.      Bagimana proses globalisasi budaya Korea dapat diterima di Indonesia ?
2.      Apa pengaruh tertanamnya globalisasi budaya Korea terhadap prilaku kehidupan remaja putrid di Indonesia ?
III.             Konstruksi Teori
Globalisasi
Pada dasarnya globalisai telah mententuh hampir di segala bidang kehidupan umat manusia. Karen arus globalisasi bersifat integrasi, kesalingketergantungan, multilateralisme, keterbukaan dan berbagai intepretasi lainnya. Menurut kaum realis, globalisasi tidak merubah unsur paling signifikan dari politik dunia, yaitu pembagian teritorial dunia kedalam nation-state. Sementara hubungan ekonomi dan masyarakat negara semakin membuat mereka saling tergantung satu sama lain, namun state-system tetap mempertahankan kedaulatannya. Dengan kata lain globalisasi mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi dan budaya, namun tidak merubah prinsip struggle for power anatara negara.[2]
Selain itu banyak juga yang mengatakan bahwa goblisasi sebagi era baru dalam politik dunia, yaitu: 1. Transformasi ekonomi yang sanagat cepat menyebabkan munculnya politik dunia baru. Negara bukan lagi unit yang tertutup dan mereka tidak bisa lagi mengontrol perekonomiannya. Ekonomi dunia semakin interdependen, dengan perdagangan dan keuangan yang semakin meluas. 2. Revolusi komunikasi secara fundamental telah merubah cara kita berhubungan dengan bagian dunia lain.kita sekarang hidup dalam dunia dimana kejadian di satu lokasi dapat segera diketahui dan dilihat di bagian dunia lainnya. 3. Kebudayaan global yang berkembang pesat. 4. Dunia menjadi semakin homogen. Perbedaan antara manusia semakin berkurang. 5. Ruan dan waktu menjadi kurang berarti. Batasan geografis semakin berkurang dengan semakin cepatanya komunikasi dan dunia modern. 6. Munculnya pemerintah global, dengan pergerakan sosial dan politik internsional dari state ke sub-state, transnasional dan internsaional. 7. Budaya kosmopolitan. Manusia mulai berpikir dan bertindak global. 8. Budaya resiko (rizk culture), dimana manusia menyadari setiap resiko yang mereka hadapi bersifat global.[3]
Budaya
Menurut E.B. taylor, budaya adalah Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.[4] Namun sebenarnya kita sendiri tidak menyadari adanya kehadiran budaya.sebagai pola dalam keseharian kita.  Budaya sendiri sebagai suatu hal yang tidak terlihat secara kasat mata atau abstrak seperti nilai, tradisi, kepercayaan , norma, dan kebutuhan universal menempati lapisan dasar. Karena mendominasi sebagian besar budaya manusia pada umumnya. Sedangkan lapisan atas hanya sebagian kecil yang perwujudan dari artifak-artifak buaya seperti benda, fashion, musik, gambar, juga symbol-simbol verbal dan non verbal lainnya.
Kemudian Ting Too-Mey mengidentifikasi lima fungsi budaya yaitu: 1. Identity meaning function, yang berarti bahwa budaya berfungsi sebagai atribut dan penanda yang menunjukkan identitas kita melalui adanya kepercayaan, nilai, dan norma-norma budaya. 2. Group Inclusion Function, yaitu budaya sebagai pemenuhan kebuntuhan untuk berafiliasi dengan suatu kelompok dan membentuk persaaan menjadi bagaian dalam kelompok tersebut (sesnse of belonging). 3. Intergroup boundary regulation function, dimana buadya dalam in-group kita membentuk kecenderungan bersikap dalam interaksi dengan kelompok budaya lain (out-group). 4. Ecological adaptation function, budaya mengajarkan proses adaptasai dalam interaksi anatar individu, kelompok budaya, dan dalam lingkungan luas. 5. Cultural communication function, dan komunikasi pun mempengaruhi budaya kita.[5]
IV.             Analisis
Sebelum membahas lebih dalam mengenai bagimana Globalisasi budaya Korea dapat diterima di Indonesia dan apa pengaruhnya terhadap prilaku kehidupan remaja putri di Indonesia. Disini saya kan memperkenalkan apa itu Asian Fans Club ? Asian Fans Club Adalah blog Indonesia yang berisi tentang berita-berita dunia hiburan Korea yang didirikan pad tanggal 1 Agustus 2009 oleh seorang remaja perempuan bernama Santi Ela sari. Kebanyakan pengunjung situs ini dari Indonesia, sebagian besar wanita di bawah 25 tahun.
Jika dilihat dari statistik jumlah pengunjung sampai pada 3 Juni 2011, Asian Fans Club telah dikunjungu sebanyak 42.811.744 pengunjung. Hal ini berarti Asean Fans Club dikunjungi oleh rata-rata 58.646 orang setiap harinya. Jumlah posting juni 2009 tercatat berita yang di post sejumlah 49 berita dalam satu bulan. Setahun kemudian di bulan Juni 2010 post meningkat menjadi 629 dalam satu bulan dan terus melonjak hingga 1524 post dam bulan Mei 2011 (asianfansclub.wordpress.com).[6]
 Data dan angka tersebut menunjukkan budaya pop Korea hadir dan dapat diterima oleh kalangan remaja Indonesia, khususnya perempuan. ketertarikannya kepada budaya Korea menjadikan para penggemarnya tidak hanya menikmati produk-produk budaya Korea, seperti darama, lagu, film, tetepi juga ingin mengetahui seputar berita kehidupan artis Korea.  Hal ini menunjukkan fenomena nyata bahwa budaya pop Korea telah menciptakan suatu komunitas bagi para penggemarnya. Bisa disebut juga sebaga fanatisme, dimana dalam kelompok-kelompok tersebut terbangun sebuah apresiasi bagi segala hal yang berkaitan dengan Korea. Dengan hal ini, budaya pop Korea telah menciptakan fanatisme dalam diri remaja wanita di Indonesia.
Berdsarkan penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam kasus ini situs Asian Fans Club tersebut terdapat interaksi antara budaya Korea dengan budaya Indonesia. Dimana budaya Korea masuk ke dalam budaya Indonesia. Secara umum budaya Korea diterima masyarakat Indonesia, khususnya kelompok budaya wanita dengan usia remaja. Dalam hal ini interaksi tersbut menimbulkan budaya baru. budaya baru yang dimaskud adalah budaya penggemar. Budaya penggemar ini terbentuk oleh interkasi antara budaya Korea dan media yang mengantarkannya cenderung membentuk watak fanatisme dalam diri mereka. Fanatisme inilah yang mendorong kelompok budaya penggemar mempertahankan nilai-nilai budaya Korea tetap hadir dan diterima di Indonesia.
Budaya Korea pada dasarnya berbeda dengan budaya Indonesia. Kedua budaya tersebut memiliki warisankultural dan tradisi yang berbeda, kerangka rujukan yang berbeda. Kesamaan antara keduanya adalah ditataran nilai universal sebagai sebuah bangsa Asia, yang dalam konsep dikotomi budaya individualistik-kolektivistik sama-sama sebagai kelompok budaya kolektivistik. Namun, lebih daripada itu, budaya Korea menjadi begitu diterima di Indonesia karena budaya Korea disebarluaskan dalam kemasan budaya pop.Budaya Korea, yang pada dasarnya terdiri dari nilai-nilai tradisional yang cukup kompleks dan beorientasi ritual, agar lebih diterima oleh publik dunia dikemas menjadi sebuah budaya yang diketahui dan diikuti banyak orang, yang pembentukannya berdasarkan kemauan masyarakat untuk diminati oleh masyarakat itu sendiri, dan biasanya sifatnya temporer atau disebut dengan budaya popular (Holliday, dkk, 2004).[7]
Budaya Korea menjadi popouler karena menyisipkan nilai-nilai budaya universal untuk melahirkan ketertarikan bagi banyak orang. Budaya populer Korea sendiiri dibentuk dari proses aktif penyebarluasan makna dan diwujudkan dengan dikeamas sesuai dengan keinginan masysarakat. Sebagi contoh, musik Korea dikemas dengan genre musik dance pop, yaitu music pop barat dikombinasikan dengan tarian dan kemampuan fisik. Dalam film drama, disajikan dengan ciri khas yaitu alur yang dramatis.
Budaya Korea pun tidak hanya diterima di Indonesia melainkan sudah sampai ke Amerika dan Eropa. Dengan hal ini secara tidak langsung seorang penggemar pun akan mengetahu budaya yang berada di Korea. Karena pemikiran-pemikiran pengemar telah terpengaruh oleh budaya Korea tersebut. karena budaya Korea yang jamak, maka penggemar mudah memahami dinamika budaya bangsa Korea.
Pada dasarnya budaya Korea memiliki kerangka rujukan budaya popoler, yitu sebuah budaya yang timbul sebagai respon atas tuntutan ekspansi keluar. Sehingga dalam hal ini, budaya Korea bukanlah sebeuh kerangka rujukan asli yang berasal dari warisan budaya leluhur yang tradisional. Melainkan budaya yang diciptakan sesuai selara pasar. Meningat konteks budaya pada saat ini adalah era globalisasi. Melihat konteksnya pada era globalisasi, akhirnya budaya ini menyebar sampai ke negara-negara manapun termsuk Indonesia melalui penggunaan media, dalam hal ini adalah internet.  Sebenarnya di Indoesia sendiri, kelompok-kelompok budaya yang ada telah memiliki suatu kerangkan rujuakn tersendiri. Namun karena terjadinya kontak kebudayaan yang mengacu pada masuknya budaya Korea ke Indonesia, budaya populer Korea ini cukup diterima. Penerimaan sebuah budaya oleh kelompok budaya lain karen terindikasi dari bertambahnya tingkat pengetahuan suatu kelompok budaya menganai nilai-nilai budaya lain dari luar kelompoknya. Daiadopsinya sejumlah niali-nilai budaya luar tersebut tersbut uttuk digunakan sebagi kerangka rujukan dalam kelompok budayanya.
Dalam konsepsi budaya sebagai enigma (Ting Too-Mey, 1999), budaya populer yang dibawa oleh Korea ini berada dalam dimensi konkret yang terwujud dalam artifak-artifak budaya seperti lagu, drama, film, musik, program televisi, makanan, dan bahasa. Sedangkan dimensi abstraknya, yang berupa nilai, norma, kepercayaan, tradisi, makna, terkandung secara tidak langsung dalam artifak budaya tersebut. Dalam kaitannya dengan fanatisme yang terbentuk dalam situs Asian Fans Club, penerimaan budaya pop Korea oleh kelompok penggemar di Indonesia dapat dikatakan masih berada dalam dimensi konkret, yaitu penerimaan terhadap musik, film, drama, dan artis-artis Korea. Tentu saja, internalisasi nilai-nilai budaya ketika mengkonsukmsi artifak kebudayaan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan, tetapi dapat terlihat bahwa fanatisme yang terbentuk dalam diri kelompok penggemar, yang tercermin dari situs Asian Fans Club, memiliki keterbatasan efek dalam dimensi abstrak. Budaya pop Korea di Indonesia masih terwujud dalam penerimaan terhadap musik, film, dan dramanya, ataupun penggunaan bahasanya secara sederhana, tetapi belum sampai pada pelaksanaan tradisi atau kepercayaan yang sesuai budaya Korea.[8]
Globalisai dlam kasus ini terjadi karena adanya proses mengkreasikan, menggandakan, menekankan dan mengintensifikasi pertukaran dan ketergantungan informasi mengenai dunia hiburan Korea di Indonesia. hal ini bisa terjadi karena adanya internet sehingga terbongkarnya batasan-batasan antara negara, dimana jarak tidak menjadi suatu permsalahan dalam mengakses informasi suatu negara lain. Dengan demikian peranan internet sangat besar bagi penyeberluasan budaya Korea ke negara-negara lain. Dimana era globalisasi ini sangat mendukung adanya peran aktif media dalam penyebaran budaya Korea tersebut. Dari sini dapat dilihat adanya proses kerasi, penggandaan, dan intensifikasi pertukaran dan ketergantungan informasi mengenai dunia hiburan Korea.
Dampak dari berkembangnya budaya Korea di Indonesia juga membuat masyarakat Indonesia, khususnya remaja meniru apa saja yang digunakan oleh idola mereka. Mulai dari gaya berpakaiannya, brand kosmetik yang digunakan, alat-alat elektronik yang digunakan dalam serial drama, dll. Remaja di Indonesia saat ini sudah banyak yang meniru cara berpakaian artis Korea. Model-model pakaian Korea banyak di jual di sosial media seperti long dress, dll. Mereka lebih percaya diri apabila menggunakan pakaian yang sama dengan artis-artis Korea. Selain model pakaian yang “ala-ala Korea” ada juga kosmetik. Brand-brand kosmetik yang berasal dari Korea, saat ini sangat digemari oleh remaja-remaja di Indonesia. Setelah mengalami “demam” drama-drama, boys dan girls band Korea. Mereka yang tertarik dengan kosmetik Korea, umumnya karena penasaran untuk mencoba kosmetik yang digunakan oleh artis-artis Korea, dan juga ingin mendapatkan kulit yang mulus dan indah seperti artis-artis Korea. Beberapa brand kosmetik Korea yang sangat digemari oleh remaja di Indonesia yaitu Etude House, innisfree, Missha, it’s skin, banila co., thefaceshop, laneige, peripera, hanskin, baviphat, skin79, dan lain-lain. Banyaknya jenis produk dan brand kosmetik dari Korea ini menjadi kebutuhan baru masyarakat Indonesia, kebanyakan dari mereka tidak peduli dengan harga kosmetik tersebut, walaupun harganya sangat tinggi dan ditambah pajak serta biaya pengiriman barang, itu tidak menjadikan masalah bagi mereka.
Selain produk kosmetik, Korean wave ini juga berdampak pada barang-barang elektronik yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Penjualan Handphone seperti samsung, dan LG meningkat, karena di setiap serial drama Korea, HP dengan brand tersebut selalu dipakai oleh artis-artis Korea.
Hal ini tentunya juga berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Semakin banyaknya permintaan akan kosmetik brand Korea, maka Indonesia semakin banyak mengimpor produk-produk kosmetik dari Korea. Masyarakat di Indonesia semakin konsumtif dan “tergila-gila” dengan produk impor dari Korea. Banyaknya fans-fans dari boyband dan girlband Korea menyebabkan masyarakat Indonesia lebih tertarik dengan baju impor dari Korea, dan yang tadinya bukan pengguna kosmetik, setelah adanya “demam” Korea ini mereka menjadi tertarik untuk membeli make-up hanya demi menunjukkan loyalitas dan menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang “K-POPers”.

V.                Kesimpulan
Dimana budaya Korea masuk ke dalam budaya Indonesia. Secara umum budaya Korea diterima masyarakat Indonesia, khususnya kelompok budaya wanita dengan usia remaja. Dalam hal ini interaksi teresbut menimbulkan budaya baru. budaya baru yang dimaskud adalah budaya penggemar. Budaya penggemar ini terbentuk oleh interkasi antara budaya Korea dan media yang mengantarkannya cenderung membentuk watak fanatisme dalam diri mereka. Fanatisme inilah yang mendorong kelompok budaya penggemar mempertahankan nilai-nilai budaya Korea tetap hadir dan diterima di Indonesia.

Pada akhirnya efek dari Korean wave mulai bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan hampir diseluruh lini kehidupan. Bukan hanya dari segi hiburan yang banyak digandrungi masyarakat Indonesia khususnya anak muda, tapi juga dari segi ekonomi dimana banyak barang dan perabotan asal Korea yang digandrungi oleh generasi kini di Indonesia. Efek ini masih berlangsung dan terus berlanjut. Industri K-pop semakin tumbuh subur di Indonesia, baik dengan menghadirkan secara langsung ataupun dengan perubahan gaya hidup dan konsumsi hiburan masyarakat Indonesia secara perlahan-lahan.
Pengaruh budaya yang juga berdampak pada pola konsumsi masyarakat Indonesia inilah yang sebenarnya menjadi tantangan ekonomi Indonesia ke depannya. Kita ditantang untuk menjadi bangsa yang tidak hanya mengkonsumsi budaya asing dan juga produk-produknya, tapi justru mengembangkan apa yang dimiliki oleh bangsa ini, baik secara budaya maupun bentuk lainnya. Menggunakan produk dan mendayagunakan budaya lokal berarti secara tidak langsung telah membantu menumbuhkan potensi ekonomi lokal yang juga akan menumbuhkan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.




VI.                                   Daftar Pustaka

Drs yanuar Ikbar, M. (2006). Ekonomi Politik Internasional 1. Bandung: Refika Aditama.
Fakih, D. M. (2001). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globaliasai. Yogyakarta: Insist Press.
Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). ( HYPERLINK "http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja" http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja , diakses pada tanggal 6  juni 2014).
Wahyu, Anhar. (2013). Pengertian Budaya Menurut Para Ahli. (online). (  HYPERLINK "http://www.lintasberita.web.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli/"  http://www.lintasberita.web.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli/ , diakses 7 Juli 2014)




[1] Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). (http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja, diakses pada tanggal 6  juni 2014).
[2] Fakih, D. M. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Galobalisasi. Yogyakarta: Insist Press. Hal. 202.

[3] Ibid.
[4] Wahyu, Anhar. (2013). Pengertian Budaya Menurut Para Ahli. (online). (http://www.lintasberita.web.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli/, diakses 7 Juli 2014)
[5] Ting Too-Mey dalam Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). (http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja, diakses pada tanggal 6  juni 2014). Hal. 7.
[6] Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). (http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja, diakses pada tanggal 6  juni 2014). Hal. 11.
[7] Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). (http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja, diakses pada tanggal 6  juni 2014). Hal. 14.
[8] Ting Too-Mey dalam tulisan Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Remaja. (online). (http://www.scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-Fanatisme-Remaja, diakses pada tanggal 6  juni 2014). Hal. 15-16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar